Saturday, October 13, 2012

KRI Teluk Berau Karam Dihantam Rudal Yakhont

Anggota TNI AL memeriksa nose cap rudal Yakhont. (Foto: ANTARA/Eric Ireng)

13 Oktober 2012, Surabaya: KRI Oswald Siahaan (OWA)-354 dari jajaran unsur Satuan Kapal Eskorta Komando Armada RI Kawasan Timur (Satkor Koarmatim) yang tergabung dalam Latihan Armada Jaya XXXI/2012 menembakkan Rudal Yakhont dan berhasil menenggelamkan kapal Ex KRI Teluk Berau yang dijadikan sasaran dalam latihan tersebut, Sabtu (13/10).

Manuver lapangan Armada Jaya XXXI/2012 yang digelar di perairan Laut Sulawsi tersebut, KRI OWA-354 tepat pada pukul 09.58 WITA telah meluncurkan Rudal Yakhont dan berhasil mengenai target sasaran yang ditempatkan pada koordinat 0241.54 U – 12240.30 T (perairan Laut Sulawesi).

Begitu mendapat serangan Rudal Yakhont, tepat pada pukul 10.05 WITA sasaran mengalami kemiringan hingga 45 derajat. Kemudian tidak menunggu lama, pada pukul 10.06 WITA (satu menit kemudian), anjungan kapal yang menjadi sasaran tembak mulai tenggelam. Selanjutnya pada pukul 10.07 WITA, sasaran tembak tersebut dinyatakan tenggelam secara keseluruhan.

Rudal Yakhont yang saat ini diuji cobakan penembakan dalam Latihan Armada Jaya XXXI merupakan salah satu senjata strategis yang dimiliki TNI AL. Negara asal rudal ini adalah Rusia. Rudal ini memiliki kecepatan terbang kurang lebih 2 mach, dengan jangakauan tembak 300 km. Ketika ditembakan, rudal tersebut memiliki sudut luncur 90 derajat, dengan ketinggian terbang 14.000 meter. Dengan berat 3.000 kg, rudal ini memiliki panjang 8.900 mm dengan diameter 720 mm.

Pada tahap manuver lapangan Armada Jaya XXXI/2012 yang dimulai tanggal 9 hingga 22 Oktober, kekuatan yang dikerahkan secara kuantitas kurang lebih 5.500 personel, 35 kapal perang berbagai jenis (kapal selam, perusak kawal rudal, kapal cepat rudal, perusak kawal, angkut tank, buru ranjau, kapal tanker dan kapal bantu tunda), 6 pesawat udara, 1 Batalyon Tim Pendarat Marinir beserta 93 kendaraan tempur Pasukan Pendarat.

Latihan Armada Jaya ini merupakan salah satu aktualisasi tentang kesiapan TNI AL dalam melaksanakan operasi amfibi, operasi laut gabungan dan operasi pendaratan administrasi di perairan timur yurisdiksi nasional dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI.

Sumber: Dispenarmatim

Lanud Rusmin Nuryadin Home Base Satu Skuadron F-16 Hibah

F-16 A/B Fighting Falcon TNI AU dari Lanud Iswahjudi. TNI AU akan mengoperasikan 34 unit F-16 A/B/C/D mulai 2014, dibagi menjadi dua skuadron. (Foto: Dispenau)

13 Oktober 2012, Jakarta: Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara I Marsekal Muda Bagus Puruhito mengatakan TNI AU akan membentuk skuadron khusus penampung pesawat F-16 hibah dari Amerika Serikat. Skuadron kelak akan ditempatkan di Pangkalan Udara Rusmin Nuryadin, Pekanbaru, Riau.

"Sementara ini akan segera dibangun dulu hanggarnya di sana (Pekan Baru). Dan pesawatnya (F-16) akan mulai datang (dari Amerika Serikat) tahun 2014 nanti sebanyak 24 unit secara bertahap," kata Bagus di Pangkalan Udara Husein Sasteranegara, Bandung, Sabtu 13 Oktober 2012.

Meski di Pekanbaru, Bagus melanjutkan, ke-24 pesawat hibah eks-Angkatan Udara Amerika Serikat itu tak akan disatukan dengan skuadron yang sudah ada di Lanud Rusmin yakni skuadron 12 yang diperkuat pesawat Hawk 200.

"Skuadron untuk F-16 nanti berdiri sendiri, terpisah dari skuadron 12. Nama skuadronnya nanti tentu tergantung Kepala Staf Angkatan Udara," katanya.

Bagus menjelaskan, penempatan F-16 di Pekanbaru tak lepas dari strategi modernisasi teknologi alutsista TNI-AU. Selain juga untuk perimbangan kekuatan di wilayah, supaya lebih berimbang. "Dengan belanja banyak alutsista baru kan (negeri) tetangga juga mikir (memperhitungkan kekuatan Indonesia)," kata dia.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebelumnya mengatakan, hibah 24 pesawat F-16 eks Amerika Serikat tersebut akan menambah jumlah kekuatan F-16 Indonesia yang sudah memiliki 10 unit F-16. "Jadi nanti akan ada dua skuadron (F-16). Salah satu skuadron berisi 16 pesawat," katanya Maret lalu.

Sumber: TEMPO

Friday, October 12, 2012

Super Tucano Latihan ILS di Juanda

12 Oktober 2012, Surabaya: Foto sekuel berbagai manuver pesawat tempur terbaru milik TNI AU, Embraer EMB-314 Super Tucano buatan Brazil, melakukan latihan ILS (instrument landing system) di atas Bandara Internasional Juanda, Surabaya, Jumat (12/10). ILS adalah perangkat instrumen dalam pesawat yang berfungsi untuk membantu pendaratan pesawat di suatu bandara. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ss/pd/12)

Menristek Kurang Puas Kinerja PUNA Wulung

Seorang perwira TNI melihat Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) Wulung ketika uji coba kemampuan terbang di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Kamis (11/10). PTTA hasil pengembangan Balitbang Kemhan dan BPPT tersebut dapat dipergunakan untuk kepentingan militer dalam hal pengamatan wilayah (survailence), penanganan kebakaran hutan, pembuatan hujan buatan, dan mampu menggantikan pesawat tempur yang disebut dengan Unnamed Combat Aerial Vehicle (UCAV). (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/mes/12)

11 Oktober 2012, Jakarta: Meski senang menyaksikan karya anak bangsa yang sudah bisa menciptakan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA), namun dibalik rasa bangganya itu, Menristek Gusti Muhammad Hatta juga mengatakan kurang puas ketika menyaksikan PUNA jenis ‘Wulung’ yang diterbangkan di atas run way Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma saat demonstrasi udara, Jakarta, Kamis (11/10).

Menurut Menristek Gusti, Pesawat Terbang Tanpa Awak jenis Wulung tersebut suaranya terlalu bising. “Seharusnya pesawat nirawak tidak mengeluarkan suara. Bisa-bisa ditembak musuh kalau pesawat nirawak kita suaranya seperti itu,” kata Gusti kepada wartawan.

Ia berharap Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Kementerian Pertahanan bisa melakukan pengembangan yang lebih baik jika pesawat tanpa awak tersebut ditujukan sebagai alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia.

“Awalnya, pesawat tanpa awak memang diprioritaskan untuk keperluan sipil seperti memantau wilayah di Indonesia. Namun dalam perkembangannya pesawat tersebut bisa dijadikan sebagai alat utama sistem persenjataan TNI. Untuk itu pesawat ini harus canggih, dan saya yakin BPPT bisa membuatnya,” tambah Menristek.

Selain dari segi suara, Menristek juga mengkritik mengenai bahan dasar badan pesawat yang terbuat dari serat fiber. Ia berharap bisa diganti dengan bahan dasar lain yang lebih kuat, “Layaknya pesawat intai tanpa awak milik negara lain,” ujarnya.

Dibalik kritiknya itu, Gusti Muhammad Hatta mengaku tetap bangga dan siap mempromosikan pesawat tanpa awak tersebut. “Saya siap mempromosikan karya anak bangsa itu tahun depan. Dan saya berharap teknologi untuk pesawat intai tadi tidak menggunakan teknologi dari negara lain,” tutup Gusti.

Sumber: Info Publik

Koarmatim Kerahkan 21 Kapal Perang dalam Latihan Armada Jaya 2012


12 Oktober 2012, Surabaya: Memasuki tahap manuver lapangan (manlap), 21 KRI dari jajaran unsur Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) yang dilibatkan dalam Latihan Armada Jaya XXXI/2012 melaksanakan beberapa kegiatan latihan di laut. Latihan yang digelar tersebut meliputi penangggulangan bahaya udara, melewati medan ranjau , hingga penanggulangan problem kesehatan dan masalah psikologi yang dialami oleh para prajurit.

Sejak kapal bertolak dari Dermaga Koarmatim, Rabu (10/10), hampir tidak ada kesempatan untuk santai, seluruh prajurit dalam kondisi siaga penuh; siap menghadapi setiap Rencana Informasi Latihan (RIL) yang disampaikan oleh para wasit dan pengendali latihan (Wasdal). Sekurang-kurangnya setiap lima belas menit, alarm terdengar meraung-raung tanda berlangsungnya peran tempur.

Hari ini Jumat (12/10), seluruh KRI Kormatim serta beberapa unsur latihan dari komando utama operasional lainnya akan melaksanakan beberapa jenis latihan pada tahap latihan umum. Beberapa latihan yang digelar di antaranya, simulasi penyapuan ranjau, simulasi sabotase, dan simulasi serangan udara.

Pada tahap manuver lapangan Armada Jaya XXXI/2012 yang dimulai tanggal 9 hingga 22 Oktober, kekuatan yang dikerahkan secara kuantitas kurang lebih 5.500 personel, 35 kapal perang berbagai jenis (kapal selam, perusak kawal rudal, kapal cepat rudal, perusak kawal, angkut tank, buru ranjau, kapal tanker dan kapal bantu tunda), 6 pesawat udara, 1 Batalyon Tim Pendarat Marinir beserta 93 kendaraan tempur Pasukan Pendarat.

Latihan Armada Jaya ini merupakan salah satu aktualisasi tentang kesiapan TNI AL dalam melaksanakan operasi amfibi, operasi laut gabungan dan operasi pendaratan administrasi di perairan timur yurisdiksi nasional dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI.

TNI Angkatan Laut sebagai alat pertahanan negara di laut dituntut kesiapannya dalam menghadapi dan memgantisipasi berbagai bentuk ancaman yang dapat mengganggu keamanan dan kedaulatan NKRI. Kesiapan TNI AL berupa tampilan kemampuan dan kekuatan alutsista yang andal, kesiapsiagaan operasional seluruh komponen Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) dan profesionalisme prajurit matra laut. Pencapaian hasil dari kegiatan pembinaan tersebut, diukur melalui latihan puncak TNI AL yaitu Armada Jaya.

Sumber: Dispenarmatim

Legislator: UU Inhan Mewajibkan TNI Menggunakan Alutsista Produksi Dalam Negeri

PUNA Gagak rancangan BPPT. TNI akan membangun satu skuadron PUNA buatan dalam negeri. (Foto: Berita HanKam)

12 Oktober 2012, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Najib mengatakan, UU Industri Pertahanan (Inhan) bisa mengikat pejabat kita baik pada Kementerian Pertahanan maupun TNI, agar menggunakan alat utama sistem persenjataan (alutsista) produksi dalam negeri.

"Kalau terpaksa beli di luar negeri, maka harus diikuti dengan berbagai persyaratan, seperti transfer teknologi, atau dalam jangka panjang ada join production sehingga ketergantungan kita akan alutsista luar negeri bisa berkurang," kata Najib di Jakarta, Jumat.

Dia meneruskan, "di saat bersamaan akan tumbuh industri pertahanan dalam negeri yang bisa memasok alutsista."

Dia menyebut UU Inhan akan dijalankan oleh siapapun yang memerintah negeri ini.

"Kalau dibingkai UU, kan jangka panjang, siapapun nantinya yang berkuasa, dia tetap dikawal oleh UU ini," kata Najib.

UU Inhan memberi kepastian bagi industri dalam negeri karena baik dalam jangka pendek, menengah, mapun panjang sehingga percaya diri memproduksi dan mengembangkan alutsista.

"Kalau pemerintah tidak melaksanakan bisa kena sanksi, pejabatnya bisa kena hukuman. Sehingga daya paksanya sangat kuat. Sanksi bukan dalam pengertian hukuman yang harus ditanggung, karena soal hukuman diatur UU lain. Tapi sanksi yang semangatnya mengikat pemerintah," sebut Najib.

Pada UU Inhan terdapat pasal yang memberi sanksi bagi TNI yang membeli alutsista dari luar negeri padahal tersedia di dalam negeri. Najib menyatakan, saat ini yang lebih dikedepankan adalah bagaimana mendorong industri pertahanan dalam negeri maju.

"Sebaiknya kita tidak berbicara punishment, tapi bagaimana kita mendorong idealisme bangsa, dan kepentingan negara menjadi prioritas. Kita tidak ingin berbagai pejabat melakukan itu," kata dia.

UU Inhan juga akan menghindari maraknya makelar alutsista yang sering menciptakan masalah seperti korupsi. "Dengan adanya UU ini kita lebih memprioritaskan hubungan antarnegara, hubungan G to G, yang bisa saling menguntungkan bagi kedua negara, dan meminimalisasi peran broker.

UU ini juga lebih membuka pengusaha untuk terjun dalam bisnis alutsista demi mendapatkan keuntungan jangka panjang, seperti investasi membangun industri pertahanan dan memproduksi alutsista yang diperlukan.

Sumber: ANTARA News

PUNA Wulung Segera Dioperasikan TNI AU

(Foto: BPPT)

11 Oktober 2012, Jakarta: Sejak awal pengembangannya pada 2004 lalu, pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) yang dilakukan oleh BPPT telah menghasilkan berbagai prototip yang sesuai dengan misi terbang yang diembannya. Diantaranya yaitu PUNA Wulung, Gagak, Pelatuk, Seriti serta Alap-alap. Bahkan setelah bekerjasama dengan Balitbangkemenham pada 2011 lalu telah berhasil pula dikembangkan PUNA untuk misi surveilance (pemantauan dari udara). Pengembangan PUNA dengan misi pemantauan udara ini dimaksudkan untuk dipergunakan TNI sebagai pendukung wahana patroli perbatasan NKRI.

“Dalam kerekayasaan suatu teknologi, capaian-capaian tersebut baru sebatas Technology Development Phase. Hal ini harus dilanjutkan ke tahap engineering manufacturing sebelum sampai tahap akhir yaitu tahap produksi. Demo flight PUNA kali ini merupakan momentum PUNA melewati fase technology development,” ungkap Kepala BPPT, Marzan A Iskandar pada acara Demo Flight PUNA WULUNG di Bandar Udara Halim Perdanakusuma Jakarta (11/10).

Dalam demo flight yang juga dihadiri oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono tersebut ditampilkan PUNA Wulung yang dapat dimanfaatkan untuk misi surveilance. PUNA Wulung mempunyai bentang sayap 6 m, kecepatan operasional 52÷69 knots, kemampuan terbang 4 jam pada ketinggan sampai 8000 ft serta mampu lepas pandas pada jarak 300 m. Pesawat tersebut juga dilengkapi dengan target lock camera system untuk misi surveilance. Pesawat ini juga mampu terbang auto-pilot hingga 73,4 km.

“Masih banyak yang harus dilakukan dalam penyempurnaan produk PUNA pada tahap engineering manufacturing ke depan. Diantaranya menyusun standar desain PUNA nasional, menyempurnakan kendali auto takeoff-landing serta terbang konfigurasi bersama dalam satu squadron,” tegas Marzan.

Hal senada kembali ditegaskan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Gusti Muhammad Hatta, mengenai perlunya pengembangan dan penelitian lebih lanjut dalam proses penyempurnaan produk PUNA tersebut. Misalnya bagaimana upaya untuk lebih meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negerinya (TKDN), dan meningkatkan kualitas PUNA baik dari segi jarak tempuh, pengurangan tingkat kebisingan maupun perluasan kemampuan operasinya.

“Demo flight kali ini menunjukkan bahwa anak bangsa mampu mengembangkan teknologi sebagaimana bangsa maju lainnya. Yang harus dilakukan adalah yakin terhadap karya hasil anak bangsa tersebut. Jika kita ingin maju, industri nasional seharusnya memakai hasil penemuan dari peneliti kita,” ujarnya.

Setelah melihat demo flight kemampuan PUNA Wulung, Menteri Pertahanan (Menhan), Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa PUNA tersebut dapat dikatakan sudah lulus dari phase technology development. Dengan demikian, PUNA Wulung akan masuk dalam jajaran skuadron udara RI.

“Indonesia memang berencana untuk membangun skuadron PUNA yang akan ditempatkan di perbatasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pertama dari sisi pengguna, yaitu TNA AU, mengenai spesifikasi teknis dan operational requirements yang diharapkan. Dalam tahap engineering manufacturing nantinya, keperluan pengguna ini harus diperhatikan. Kemudian dari sisi produsen, diharapkan yang memproduksi PUNA ini nantinya adalah industri dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk membangun industri pertahanan dalam negeri,” ungkap Purnomo.

Ke depan, lanjutnya, diharapkan PUNA ini tidak hanya untuk misi surveilance saja, tapi juga pengintaian, perang elektronika, dan bahkan jika memungkinkan dapat dijadikan rudal dan bombing. “Kalau industri pertahanan kuat, TNI pasti kuat. Inilah yang ingin kita capai ke depan. Disamping itu kepentingan pemerintah adalah membangun multiplier effect dari pengembangan industri pertahanan dalam negeri ini,” ungkapnya.

Untuk mencapai semua itu, menurut Marzan, diperlukan kerjasama yang lebih luas dan intens dari seluruh potensi bangsa baik dari sistem politik (Kemenhan, Kemenperin, Kemenkominfo, Kemenristek dan Bappenas), sistem demand (TNI), sistem industri serta sistem litbang. “Secara umum BPPT akan berperan sebagai lembaga intermediasi, technology clearing house, audit teknlogi, pengkaji dan penyedia solusi teknologi dalam mendukung industri pertahanan ini. BPPT akan terus berkontribusi secara berkelanjutan untuk mewujudkan PUNA nasional sebagai salah satu wahana pencapaian kemandirian teknologi industri pertahanan nasional yang menjadi keniscayaan suatu bangsa,” tutup Marzan.

Sumber: BPPT

Indonesia Bangun Satu Skuadron PUNA Produksi Dalam Negeri

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (kiri) didampingi KASAU Marsekal TNI Imam Sufaat (kanan) melihat bagian kamera dari Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) Wulung ketika uji coba kemampuan terbang di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Kamis (11/10). PTTA hasil pengembangan Balitbang Kemhan dan BPPT tersebut dapat dipergunakan untuk kepentingan militer dalam hal pengamatan wilayah (survailence), penanganan kebakaran hutan, pembuatan hujan buatan, dan mampu menggantikan pesawat tempur yang disebut dengan Unnamed Combat Aerial Vehicle (UCAV). (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf//Koz/mes/12)

11 Oktober 2012, Jakarta: Indonesia memutuskan membangun satu skuadron pesawat terbang tanpa awak atau pesawat udara nir awak (PTTA/PUNA) yang sepenuhnya akan diproduksi di Indonesia dan dikerjakan oleh orang Indonesia. Demikian disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai menyaksikan uji coba pesawat Wulung, pesawat tanpa awak yang dirancang untuk memantau/mengintai perbatasan dan bencana, di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (11/10).

Presiden Susilo Bambang Yudhyono dan Ibu Negara yang baru mendarat dari kunjungan kerja di Yogyakarta pun turut menyaksikan lima jenis prototype PTTA/PUNA yang dipamerkan di sana. Keputusan memproduksi satu skuadron PTTA/PUNA inipun sudah disetujui oleh Presiden. "Bapak Presiden sudah mendukung tadi, sudah diputuskan pagi ini, satu skuadron pesawat udara nir awak akan berjalan di perbatasan," kata Purnomo.

Ada lima jenis PTTA/ PUNA yang dipamerkan, yakni Puna Alap-alap, Puna Gagak, Wulung PA5-100, Puna Pelatuk, dan Sriti.

Dengan bentangan sayap 6,36 meter, panjang 4,32 meter, tinggi 1,32 meter serta berat 120 kg pesawat PUNA dinilai efektif untuk misi pemotretan udara pada area yang sangat luas serta pengukuran karakteristik atmosfer. Pesawat tersebut merupakan hasil pengembangan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan, dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Pesawat terbang tanpa awak ini juga akan dipergunakan untuk kepentingan militer dalam pengamatan wilayah (surveillance). Fungsinya juga dapat menggantikan pesawat tempur tanpa awak Unmanned Combat Air Vehicle (UNCAV), serta dapat pula digunakan untuk kepentingan sipil seperti penanganan kebakaran hutan dan pembuatan hujan buatan.

Jika PTTA/PUNA produksi dalam negeri ini berhasil, maka akan membawa keuntungan diantaranya memiliki nilai ekonomis tinggi, mengurangi ketergantungan pada negara-negara produsen yang selama ini menjadi pemasok alat utama sistem senjata TNI, bersifat fleksibel dalam pengembangan, meningkatkan peran industri dalam negeri, serta dalam keadaan darurat dapat dioperasionalkan secara mandiri. "Tidak usah ada demo-demo (pesawat) lagi, jalan sekarang, langsung ke engineering manufacturing," kata Purnomo.

Ongkos Produksi PUNA Murah

Kementerian Pertahanan memutuskan memproduksi satu skuadron pesawat terbang tanpa awak atau pesawat udara nir awak (PTTA/PUNA) buatan dalam negeri. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Marzan A. Iskandar mengatakan, biaya yang akan dikeluarkan untuk memproduksi lima unit PTTA/PUNA ini diperkirakan sekitar Rp5 miliar.

"Dalam waktu dekat kami keluarkan angkanya, tapi ya mungkin kalau satu skuadron itu 5 pesawat, sekitar 5-6 milyar, nggak mahal," kata Marzan di Base ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (11/10).

Menurut Marzan, untuk memproduksi PTTA/PUNA, pihaknya memprioritaskan pada BUMN, yakni PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Namun jika tidak memungkinkan, akan menyerahkan pada perusahaan swasta. "Preferensi pertama PT DI, kalau umpamanya ada kendala, ya kami akan minta industri yang lain, swasta juga nggak pa-pa," ujarnya.

Ia melanjutkan, PTTA/PUNA jenis Puna Alap-Alap, Puna Gagak, Wulung PA5-100, Puna Pelatuk, dan Sriti merupakan varian dari pesawat Wulung yang sudah digunakan sejak 2004. Tahun lalu, BPPT dengan dukungan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Riset dan Teknologi mempercepat rencana pembangunan satu skuadron PTTA/PUNA tersebut. Dana yang dikeluarkan untuk proses riset sejak 2002, pembuatan dan uji coba, kata Marzan, tidak mencapai Rp 10 miliar.

Hingga akhirnya diputuskan memproduksi satu skuadron PTTA/PUNA pada 2013 nanti. "Kami sudah putuskan akan diproduksi satu skuadron, 5 atau 6 unit pertama," kata Marzan.

Menurut Marzan, pesawat dengan mesin dua tax ini dapat terbang sejauh 70 kilometer dengan ketinggian 12.000 kaki. Fungsi utamanya untuk mengintai, penginderaan dari udara menggunakan kamera/ video untuk melihat kondisi di darat dan udara selama 24 jam. Hasilnya akan ditransmisikan langsung ke stasiun pengamat di darat pada saat itu juga.

Sumber: Jurnas

Wednesday, October 10, 2012

Embarkasi Marinir dan Ranpur dari LST dan LPD

(Foto: Dispenarmabar)

9 Oktober 2012, Surabaya: Pasukan pendarat Marinir melaksnakan kegiatan embarkasi pasukan dan tank amfibi serta kendaraan tempur marinir di sejumlah KRI jenis Angkut pasukan Landing ship tank dan di kapal Markas Komando Tugas Gabungan Amfibi (Kogasgabfib) KRI Banjarmasin-592, Selasa (9/10/2012).

KRI jenis angkut pasukan yang dilibatkan dalam unsur tugas Angkut Komando Tugas Gabungan Amfibi dibawah Panglima Komando Tugas Gabungan Amfibi (Pangkogasgabfib) yang dijabat oleh Pangarmabar Laksda TNI Sadiman .S.E.

Kapal jenis angkut pasukan tersebut KRI jenis Angkut pasukan KRI Teluk Mandar -514, KRI Teluk Ratai-509, KRI Teluk Sampit -515,KRI Celukan Bawang-532, KRI Teluk Sibolga-536 dan dan kapal markas KRI Banjarmasin-592.

Sedangkan Unsur Tugas Bantu dilibatkan KRI Arun- 903,KRI Soeharso-990 dan sejumlah unsur penyapu ranjau KRI Pulau Rengat 711, KRI Pulau Rupat 712 dan KRI Teluk Sibolga-536 ditugaskan sebagai satuan aju dalam lintas laut manuver lapangan Komando Tugas gabungan Amfibi menuju Perairan Kalimantan Timur.

Sementara itu di Pangkalan Angkatan Laut Ujung Surabaya dilaksanakan kegiatan peran tempur bahaya udara yang dilaksnakan oleh seluruh unsur yang disimulasikan mendapat serangan udara.

Sumber: Dispenarmabar

Tuesday, October 9, 2012

Parlemen Dukung Pencairan Anggaran Alutsista

MLRS Astros II Mk 6 akan memperkuat satuan kavaleri TNI AD. (Foto: Berita HanKam)

9 Oktober 2012, Jakarta: DPR berkomitmen mendukung pencairan dana on top (dana yang tak diambil dari APBN, tapi langsung dianggarkan Bappenas) untuk penguatan alat utama sistem senjata (alutsista). Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengajukan dana on top pada 2013 sebesar 18,3 triliun rupiah.

"Asalkan untuk kepentingan alutsista, kami prinsipnya no problem. Apalagi itu sudah diprogram hingga 2014 mendatang," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, di Jakarta, Senin (8/10). Permintaan pengajuan dana itu masih dibahas di Badan Anggaran DPR. "Kami di Komisi I tinggal memastikan, kalau ada penyesuaian dana on top dari Banggar, penyesuaiannya berapa?" kata Tubagus.

Total dana on top alutsista yang dianggarkan pemerintah dari 2010 hingga 2014 sebesar 57 triliun rupiah. Dana itu sebagai tambahan untuk memenuhi kekuatan pokok minimal (minimum essential forces) untuk periode lima tahun itu sebesar 156 triliun rupiah. Dana itu terdiri atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 sebesar 99 triliun rupiah dan dana on top sebesar 57 triliun rupiah.

Kemhan menargetkan bisa mengadakan 45 jenis alutsista dari anggaran tersebut untuk Mabes TNI, TNI AD, TNI AU, dan TNI AL. Jumlah itu setara dengan 30 persen kekuatan MEF. Adapun MEF sendiri ditarget tercapai pada 2024 mendatang. Sebanyak 14 jenis alutsista di antaranya diperuntukkan bagi TNI AU, yang terdiri dari lima jenis pesawat tempur, tiga jenis pesawat angkut, dua jenis helikopter, dua jenis pesawat latih, serta beberapa jenis pesawat tanpa awak dan alutsista udara lain di luar radar.

Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, justru sedikit pesimistis semua dana on top bisa cair pada 2014. "Kementerian Pertahanan seharusnya mengajukan dana on top pada 2013 lebih besar lagi karena dana tersisa masih besar. Minimal diajukan 22 triliun rupiah agar bisa terserap maksimal," kata Mahfudz.

Menanggapi hal itu, Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, optimistis dana on top bisa maksimal dipergunakan hingga 2014 mendatang. "Hingga 2013 sudah cair 29 triliun rupiah. Sisanya saya optimistis bisa dicairkan pada 2014 mendatang," kata Purnomo.

Adapun rincian dana on top yang sudah cair, antara lain hingga 2012 ini keluar sebesar 17 triliun rupiah, lalu pada 2013 diajukan sebanyak dua kali masing-masing sebesar 6 trilun rupiah. Sisanya sebesar 28 triliun rupiah akan dicairkan pada 2014. "Kita upayakan untuk bisa cair semua," ujar Purnomo.

Dengan demikian, target mencapai 30 persen kekuatan MEF pada 2014 bisa tercapai. Menhan bahkan optimistis bisa melampaui target MEF hingga 40 persen di masa akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Ini karena kita banyak ditawarkan alutsista hibah dari negara lain," kata dia. Hibah 24 pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat dinilai sangat signifikan menggenjot target pemenuhan MEF.

Sumber: Koran Jakarta

Legislator Harapkan Inhan Serap Tenaga Terdidik

Senapan serbu produksi PT. PINDAD digunakan oleh Kopassus. (Foto: Berita HanKam)

9 Oktober 2012, Jakarta: Anggota Komisi I dari Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf berharap agar UU Industri Pertahanan mampu menyerap tenaga kerja terdidik sehingga pengangguran bisa berkurang dan tidak terjadi brain drain.

Dalam siaran persnya, Selasa (9/10), Muzzammil mengatakan, harapan PKS dari UU ini di antaranya adalah agar industri pertahanan dapat maju dan mandiri sehingga mampu menyerap tenaga kerja terdidik dalam negeri dalam jumlah besar. "Fungsi industri pertahanan untuk menyerap tenaga kerja sudah tercantum dalam UU ini pada Pasal 4 huruf c," ujarnya.

Berdasarkan data BPS, hingga Februari 2012, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 6,32 persen dengan jumlah total penganggur mencapai 7,6 juta orang. Untuk TPT tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana, masing-masing 7,5 persen dan 6,95 persen dari angka pengangguran.

"PKS berharap setelah dilakukan revitalisasi terhadap industri pertahanan, pengangguran terdidik dapat terserap sekitar 5-10 persen. Ini penting agar tidak terjadi brain drain di mana SDM terbaik bangsa ini lebih memilih bekerja di luar negeri dibandingkan di dalam negeri," harap politisi asal Lampung ini.

Kata Muzzammil, pasca disahkannya UU ini, setiap industri pertahanan harus memiliki roadmap jangka pendek, menengah, dan panjang yang komprehensif dalam menyerap tenaga kerja dalam negeri yang berkualitas. "Ini peluang bagi SDM terbaik bangsa Indonesia untuk terlibat dalam membuat alat peralatan pertahanan dan keamanan yang canggih melalui industri pertahanan baik di BUMN maupun swasta," ujarnya.

Muzzammil berharap suatu saat akan ada alutsista yang canggih buatan anak bangsa yang digunakan untuk membangun kekuatan pertahanan Indonesia dan membuat negara lain bangga dengan kualitas SDM Indonesia. "Untuk itu, PKS berharap pemerintah melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan dapat serius mewujudkan kemandirian dan kemajuan industri pertahanan dalam negeri."

Sumber: Jurnal Parlemen

PT Palindo Segera Serahkan KCR 40 Ketiga

Peresmian KRI Kujang KCR 40 kedua produksi PT. Palindo. (Foto: DMC)

9 Oktober 2012, Batam: TNI Angkatan Laut segera mendapatkan kembali satu unit Kapal Cepat Rudal (KCR) 40 M dari industri galangan kapal PT Palindo Marine, Batam.

"KCR yang ketiga ini tinggal tahap 'finishing' saja. Pekan lalu sudah diluncurkan' dan akhir tahun ini mungkin bisa diserahterimakan," kata Managing Director PT Palindo Marine Harmanto saat menerima kunjungan rombongan Puskom Publik Kemhan dan wartawan di pabrik PT Palindo Marine, Batam, Selasa.

Kapal itu merupakan salah satu dari empat KCR yang telah dipesan pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) dari PT Palindo Marine. Sebelumnya dua unit kapal lainnya telah diserahterimakan, yakni KRI Celurit-641 dan KRI Kujang-642.

Menurut dia, kapal ketiga ini sudah berada di galangan kapal dan akan menjalani penyempurnaan. Setelah penyempurnaan, akan dilakukan pengujian di laut.

Sambil menyelesaikan kapal ketiga, lanjut Harmanto, pihaknya juga sudah mulai tahapan pengerjaan kapal keempat, dimana semua kapal lengkap, kecuali persenjataannya.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Mayjen TNI Hartind Asrin menuturkan, pemerintah akan membeli total sekitar 35 KCR untuk memenuhi kebutuhan sesuai program pembangunan kekuatan pokok minimum (MEF).

"Sejauh ini baru empat yang kita pesan. Indonesia butuh kapal-kapal jenis ini untuk pengamanan wilayah laut, terutama di kawasan barat," ujarnya.

Hartind yang juga menjabat staf ahli Menhan juga mengatakan, perairan wilayah barat sangat cocok untuk kapal-kapal kecil seperti ini (panjang di bawah 100 meter) karena perairannya dangkal.

"Kalau di timur, kita butuh kapal-kapal besar yang panjangnya di atas 100 meter, dimana Kemhan telah memesan kepada PT PAL Surabaya. Kita juga punya program Korvet Nasional," tuturnya.

Komandan Satgas KCR-40 dan PC-43 TNI Angkatan Laut Kolonel Nurwahyudi menambahkan, butuh waktu sekitar 12 bulan untuk merampungkan satu unit KCR terhitung sejak penandatanganan kontrak. "Nanti sebelum diserahterimakan ada uji kelaikan laut dulu oleh TNI Angkatan Laut," katanya.

Sumber: Republika

12 Penerbang Mengikuti Pendidikan Konversi Super Tucano

enhan, Purnomo Yusgiantoro berada di depan pesawat Super Tucano seusai menyerahkan pesawat itu di Skadron 21, Lanud Abdul Rahman Saleh, Malang, Jatimr, Senin (17/9). Pesawat Super Tucano tersebut dipesan TNI AU dari pabriknya di Brazil, dan pesawat selanjutnya akan dikirim secara bertahap untuk melengkapi kebutuhan skadron udara dengan jumlah 16 pesawat. FOTO ANTARA/Ari Bowo Sucipto/Koz/Spt/12)

9 Oktober 2012, Malang: Komandan Pangkalan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh Malang Marsekal Pertama (Marsma) TNI Gutomo kemarin melantik 12 penerbang peserta pendidikan konversi. Mereka disiapkan menjadi penerbang khusus pesawat tempur Super Tucano.

Menurut Gutomo, pesawat super tucano merupakan tanggung jawab bersama di Lanud Abdulrachman Saleh baik dari sisi perawatan maupun operasional. Jadi, dibutuhkan tenaga terampil, terlatih, dan bertanggung jawab untuk mengelolanya. “Empat unit pesawat yang sudah ada. Ini tentunya bisa dimaksimalkan untuk latihan bersama,”ujarnya.

Dia berharap, pendidikan konversi pendidikan ini mampu membangun sumber daya manusia yang andal di lingkungan Skadron Udara 21. Sebab para penerbang ini adalah kekuatan TNI AU di masa mendatang, demi menjaga keutuhan NKRI.

Tes Urine

Sementara itu, kemarin ratusan penerbang di Lanud AbdulrachmanSalehMalangmenjalani tes urine. Tes digelar mendadak seusai apel pagi. Menurut Kepala Rumah Sakit Lanud Abdulrachman Saleh Letkol Kes Muklis, tes ini bertujuan untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan narkoba di korps penerbang.

Dia mengatakan, tes semacam ini sebenarnya sudah rutin digelar, khususnya bagi penerbang yang akan bertugas.“Narkoba sangat berbahaya. Sudah ditemukan penerbang sipil yang mengkonsumsinya. Karena itu kam harus melakukan antisipasi,”tegasnya.

Hasil tes ini akan diketahui dalam 6-8 hari ke depan.Saat ini seluruh urine penerbang yang dikumpulkan masih diuji di laboratorium rumah sakit Lanud Abdulrachman Saleh. Penerbang yang diketahui posisitif mengonsumsi narkoba akan disanksi sesuai peraturan.

Sumber: SINDO

KASAL Tinjau Gelar Pasukan Latihan Armada Jaya 2012

(Foto: Dispenarmatim)

8 Oktober 2012, Surabaya: Dalam rangka Geladi Lapangan Latihan Armada Jaya XXXI/2012, telah dilaksanakan Gelar Pasukan yang diikuti oleh seluruh unsur dan personel yang terlibat dalam latihan di Komando Armada RI Kawasan Timur. Gelar pasukan dipimpin langsung Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno, selaku Pemimpin Umum Latihan Armada Jaya XXXI/2012 di Dermaga Koarmatim Ujung Surabaya, Senin (8/10).

Kegiatan tersebut dihadiri pejabat Mabesal, para Pangkotama TNI Angkatan Laut, Direktur Latihan Laksamana Muda TNI Arief Rudianto, yang sehari-hari menjabat sebagai Komandan Seskoal, Komandan Kogasgabfib Laksamana Muda TNI Sadiman (Pangarmabar) serta para pejabat latihan Armada Jaya XXXI/2012 lainnya.

Dalam amanat Kasal Laksamana TNI Soeparno diantaranya mengatakan, bahwa keberhasilan pelaksanaan latihan ini sangat tergantung dari kesiapan operasi yang sudah direncanakan. Namun tentunya tuntutan untuk tetap menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi sebagai dampak perkembangan situasi dan kondisi di lapangan, tetap harus mampu diantisipasi serta diwaspadai, khususnya yang berkaitan dengan penembakan senjata strategis dihadapkan kepada perubahan kondisi alam.

Fungsi komando dan pengendalian harus tegas serta melalui proses pengambilan keputusan yang cermat, cepat dan akurat dalam menyelesaikan segala permasalahan yang berkembang di lapangan. Demikian pula acuan keselamatan dan keamanan diatas segala-galanya, harus menjadi pedoman dalam berbagai kegiatan latihan. “Hal ini selain menyangkut keamanan material, juga keselamatan personel tetap menjadi hal yang utama untuk dilakukan,”tegas Kasal.

Untuk diketahui, bahwa pada tahap manuver lapangan Latihan Armada Jaya XXXI ini dimulai tanggal 9 hingga 22 Oktober. Kekuatan yang dikerahkan meliputi 5.500 personel, 35 kapal perang dari berbagai jenis (Kapal Selam, Perusak Kawal Rudal, Kapal Cepat Rudal, Perusak Kawal, Angkut Tank, Buru Ranjau, Kapal Tanker dan Kapal Bantu Tunda), 6 pesawat udara, 1 Batalyon Tim Pendarat Marinir beserta 93 kendaraan tempur Pasukan Pendarat.

Dalam latihan ini beberapa kapal akan melaksanakan uji coba penembakan peluru kendali, seperti rudal Yakhont, rudal Exocet MM 40, rudal C-802 serta penembakan Torpedo Sut dengan sasaran kapal permukaan. Manuver lapangan digelar mulai Laut Jawa, hingga puncaknya dilaksanakan operasi amfibi berupa pendaratan Pasukan Pendarat Marinir di Sanggatta, Kalimantan Timur.

Sumber: Dispenarmatim

TNI AL Minta Bahan KCR Siluman Diganti

KRI Klewang sebelum ditarik ke laut. (Foto: North Boat Sea)

8 Oktober 2012, Surabaya: TNI AL tetap akan melanjutkan pemesanan kapal cepat rudal canggih setipe dengan KRI Klewang yang terbakar dan meleleh belum lama ini.

Hal ini ditegaskan Kasal Laksamana TNI Soeparno usai gelar pasukan Latihan Armada Jaya, di Koarmatim, Ujung, Senin (8/10/2012).

"Kita akan evaluasi, namun secara garis besar kita tidak akan memesan yang sama dalam arti bahan yang sama,” jelas Soeparno.

Kontrak pembuatan kapal kata Soeparno juga akan dievaluasi lagi, namun bukan berarti pemesanan dibatalkan. Sebenarnya kata Soeparno TNI AL memesan empat kapal cepat rudal. Namun setelah ada kejadian terbakar dan tidak bisa diatasi kontrak akan dievaluasi lagi, terutama bahan pembuatan kapal yang tidak sama dengan kapal yang terbakar. Kapal yang terbakar itu belum diserahkan ke TNI AL.

“Kalau kita memesan kapal dengan bahan yang sama dan masyarakat tahu terbakar dan tidak bisa diatasi, apa kata dunia,” ujarnya.

Sebelumnya KRI Klewang-625 yang dipesan TNI AL dari galangan kapal PT Lundin Industry Invest, Banyuwangi, Jawa Timur, terbakar di Pangkalan Angkatan Laut Banyuwangi pada 28 September 2012.

Kapal yang diperkenalkan pada 31 Agustus 2012 itu statusnya masih dalam tahap uji coba. Kapal perang dengan harga sekitar Rp 114 miliar dan dilengkapi senjata rudal itu, memiliki keunggulan tidak terdeteksi oleh radar musuh dan cocok digunakan untuk kegiatan patroli di wilayah perairan Indonesia.

Sumber: Surya

Monday, October 8, 2012

TNI AD Modernisasi Alutsista

MRLS Astros II Mk 6 produksi Avibras, Brazil dipilih TNI AD untuk memodernisasi alutsista satuan kavaleri. Pihak pabrikan membawa dua unit Astros dalam pameran Alutsista TNI AD 2012 di Lapangan Monas. (Foto: Berita HanKam)

8 Oktober 2012, Jakarta: Modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) TNI untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negara sudah menjadi komitmen bersama pemerintah dan DPR.

Bahkan, realisasi untuk tujuan itu pun sudah ada dengan menaikkan anggaran pertahanan hingga lebih 77 triliun rupiah. Khusus di lingkungan TNI AD, modernisasi alutsista sudah direncanakan. Bahkan dalam waktu dekat ini, TNI AD berencana memesan alutsista dari negara Eropa, di antaranya Jerman dan Prancis.

Beberapa prototipe alutsista yang terbaru itu, di antaranya multiple launcher rocket system (MLRS) Astros II dan meriam 155 mm Caesar, juga alat-alat lainnya, diperlihatkan dalam pameran alutsista TNI di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Sabtu (6/10). Penegasan tersebut dikemukakan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Pramono Edhie Wibowo, di sela-sela pameran.

Dalam pameran yang dibuka oleh Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, itu pengunjung yang berasal dari kalangan masyarakat umum diperbolehkan melihat dari dekat, berfoto, bahkan mencoba menaiki sebagian besar alutsista yang dipamerkan. Pramono mengatakan dalam rangka memperingati ulang tahun ke-67 TNI, khusus TNI AD ingin melaporkan diri peralatan apa saja yang digunakan dan akan digunakan dalam waktu segera oleh TNI AD. Pramono Edhie menyatakan melalui pameran ini, dia juga ingin memberikan pertanggungjawabannya selaku KSAD yang diberi amanat oleh Presiden dan rakyat untuk melakukan segala upaya dalam menjaga keutuhan bangsa.

Selain itu, lanjut Pramono Edhie, pihaknya berkenan menerima koreksi dari masyarakat setelah mereka melihat alutsista yang dipamerkan tersebut.

"Masyarakat bisa menilai sendiri melalui pameran ini, apakah kami melakukan langkah yang efi sien ataukah hanya menghabiskan anggaran yang dipungut dari pajak mereka. Setelah acara ini, saya berharap masyarakat semakin mengerti bahwa peralatan TNI AD seperti ini sehingga saya mohon dukung terus kepentingan untuk melengkapi alutsista AD sehingga akhirnya kami siap menjaga kedaulatan RI," papar Pramono.

Teknologi Militer

Sementara itu, melalui Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang), Mabes TNI memperkenalkan sejumlah hasil teknologi alutsista yang berhasil mereka ciptakan, di antaranya senapan mesin multilaras (gatling gun) dan monitor serangan panas (heat stroke monitor).

Kepala Subdinas Materiil Utama TNI AD, Kolonel (Kav) Rihananto, saat ditemui Sabtu, mengatakan pengembangan teknologi dilakukan untuk memenuhi minimum essential force, yakni suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh TNI AD dengan batas minimum yang bisa digunakan untuk pelaksanaan tugas pokok dari TNI AD, baik masalah operasi perang maupun selain perang. Gatling gun diciptakan Dislitbang TNI-AD untuk digunakan oleh satuan-satuan manuver dalam rangka penyerangan maupun pertahanan diri.

"Karena memiliki kemampuan daya tembak besar, dilihat dari segi amunisi yang dimuntahkan itu banyak sekali, yaitu antara 3.000–3.500, maka ini akan cocok menjadi aplikasi dari kecabangan lain di TNI AD," ujar dia.

Sumber: Koran Jakarta

USS Cowpens Bersandar di Tanjung Priok

USS Cowpens kapal perang jenis cruiser kelas Ticonderoga kembali ke pangkalannya di Yokosuka, Jepang setelah melakukan tugas patroli rutin. (Foto: U.S. Navy/MC3 Class Charles Oki)

7 Oktober 2012, Jakarta: Kapal jenis Cruiser dari Angkatan Laut Amerika Serikat USS Cowpens (CG-63) tiba di dermaga 103 Tanjung Priok, Jakrta utara disambut dengan upacara militer dari Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal ) III, Minggu (7/10).

Kapal perang USS Cowpens yang mempunyai panjang 173, lebar 16,8 dengan bobot 9,600 ton memiliki persenjataan cukup lengkap antara lain memiliki RGM-84 Harpoon Missile, Torpedo Tube MK 32, Phalanx CIWS Blok 1B, meriam caliber 12,7 mm dan 25 mm mk 38 serta Tomahawk  BGM-109 dan ASROC Rum-139A.

Kedatangan kapal yang berpangkalan di Yokusoda, Jepang ke Indonesia ini dalam rangka hubungan persahabatan serta untuk lebih mempererat kerjasama antara Angakatan Laut Amerika Serikat (US Navy) dengan TNI Angkatan Laut. Kapal perang yang dapat melaju dengan kecepatan 32 knot ini dilengkapi pula dengan hellikopter.

Selama di Jakarta kapal perang dengan komandannya Capt. Thomas C. Disy beserta 400 ABK diantaranya 33 perwira, ini akan melaksanakan kegiatan selain mengadakan kunjungan kehormatan ke pejabat TNI Angkatan laut juga akan melaksanakan kegiatan santai olahraga bersama yang diisi dengan pertandingan sepak bola dan bola volley dengan parajurit Lantamal III.

Sumber: Pos Kota

TNI AL Akan Bangun Lanal di Pantai Selatan Jabar

Kapal patroli KRI Warakas. (Foto" Ivan Meshkov)

8 Oktober 2012, Bandung: TNI Angkatan Laut (AL) berencana membangun pangkalan laut skala B di kawasan pesisir Pantai Selatan Jawa Barat.

Komandan Lanal Bandung Kolonel Laut (P) Iswan Sutiswan mengatakan kehadiran pangkalan laut di wilayah selatan sudah sangat mendesak terkait banyaknya persoalan di perairan tersebut.

“Pembangunan belum akan dimulai. Saat ini baru dicari tempat-tempat strategis di daerah tersebut,” kata Iswan di Bandung.

Pangkalan laut itu sendiri kemungkinan akan berstandar pada type B yang nantinya akan didukung oleh dermaga dan tempat perawatan alutsita TNI AL. Pembangunan pangkalan menurutnya direncanakan akan dilakukan secara bertahap dari type C ke B.

“Tidak menutup kemungkinan menjadi type A. nanti yang memimpin setingkat kolonel,” katanya.

Dengan pangkalan type tersebut menurut Iswan, di masa mendatang kerawanan wilayah laut selatan Jabar bisa ditakar TNI AL. “[Selatan Jabar] Ke depan kayak apa? Sekarang selatan tidak terpantau, ke depan bakal rawan seluruhnya. Kita jangan berpikir sekarang ini, tapi 10-20 tahun akan makin rawan perairan di sana,” katanya.

Menurut Iswan, persoalan penyelundupan seperti manusia, ikan dan barang-barang terlarang sudah makin banyak melewati laut selatan. Dalam perencanaan yang sudah disusun TNI AL pangkalan laut akan merata dibangun sepanjang wilayah Pantai Selatan Jabar.

“Bukan hanya di Pangandaran [Ciamis] tapi di tiap titik akan ada,” katanya.

TNI AL memandang keberadaan pangkalan laut di pantai selatan Jabar sepanjang 500 kilometer sudah menjadi kebutuhan mengingat untuk wilayah sepanjang itu pos yang ada masih terbatas.

“Sementara pos di wilayah tersebut Cuma ada dua, Pangandaran dan Pelabuhan Ratu, sub-sub pos pun sangat terbatas,” katanya.

Menurutnya perairan paling rawan terdapat di Sukabumi dan Ciamis. Iswan menuturkan, pelaku kriminal saat ini menganggap daerah pantai selatan aman untuk melakukan hal-hal kejahatan. Hal ini terjadi karena sampai saat ini belum terpantau oleh pemerintah daerah dan aparat keamanan.

Persoalan kurangnya pemantauan juga terjadi karena minimnya kapal patroli yang dimiliki TNI AL. “Kita punya alat utama terbatas juga, wilayah rawan banyak. Ke depan, dimana prioritas rawan, akan dikerahkan di sana, dan perlu ada kerjasama antara TNI-Polri,” katanya.

Sumber: Bisnis Jabar

Sunday, October 7, 2012

TNI AD Masih Mengkaji Jenis Helikopter Serang yang Akan Dibeli

Bell 412EP helikopter terbaru TNI AD. Helikopter dibuat di PT IPTN berdasarkan lisensi dari Bell Textron. Dibagian bawah hidung helikopter dipasang FLIR. Bentuk Bell 412EP mirip Bell 205 yang juga dioperasikan TNI AD. Perbedaan mencolok bilah rotor Bell 205 berjumlah 2 buah, sedangkan Bell 412EP 4 buah. (Foto: Berita HanKam)

7 Oktober 2012, Jakarta: Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) belum memastikan jenis helikopter serang yang bakal dibeli. Pasalnya, mereka harus melakukan kajian terlebih dahulu mengenai jenis yang cocok dengan kebutuhan.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menjelaskan, sekarang ini pihaknya sedang mempelajari jenis helikopter serang apa yang tepat untuk dibeli.“Ada banyak yang menjadi acuan, di antaranya ketersediaan anggaran,” katanya seusai pembukaan pameran alat utama sistem senjata (alutsista) di Monas, Jakarta, kemarin.

Faktor kemampuan anggaran ini memegang kendali besar dalam penentuan pilihan. Bahkan, bisa saja pilihan berubah setelah ditentukan jika ternyata anggaran tidak mencukupi. Dicontohkan Pramono, jika hasil kajian kebutuhan menghendaki TNI AD membeli helikopter serang jenis Apache, belum tentu hal itu lantas dipenuhi. “Kalau terlalu mahal, ya bagaimana. Tentu kami akan turunkan grade-nya agar sesuai dengan anggaran,”sebut dia.

Selain Apache produksi Amerika Serikat, ada cukup banyak jenis helikopter serang seperti Black Hawk dan Super Cobra. Ada pula produk dari Eurocopter. “Kami masih mengkaji semuanya, mana yang sesuai,”tuturnya. Bahkan, TNI AD juga berencana menggunakan helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia bekerja sama dengan Eurocopter. Namun, ini untuk helikopter pengganti Bolcow.

Meski begitu, mantan Pangkostrad itu menegaskan bahwa TNI AD tidak akan membeli alutsista murahan. Sekalipun mencari yang harganya tidak mahal, dia menjamin itu adalah produk yang berkualitas. Alutsista yang dibeli juga harus dipastikan cocok dengan kemampuan pengguna, baik menyangkut pengoperasiannya maupun pemeliharaan dan perawatan.

Dia menganalogikan pengadaan sepeda motor untuk Babinsa. “Buat apa beli barang murah tapi setelah setahun dipakai tidak dapat digunakan lagi. Setelah rusak kita tidak bisa memperbaiki karena spare part tidak ada,” imbuhnya.

Sementara itu, Mabes TNI menyerahkan sepenuhnya proses penentuan pilihan jenis helikopter serbu ini kepada TNI AD selaku pemakainya. “Di dalam konteks pembangunan kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF) memang ada heli serang yang mau dibeli TNI AD. Heli serang itu bermacam-macam (jenisnya), saya serahkan sepenuhnya kepada TNI AD untuk mengkaji dan menentukan pilihannya,” kata Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono.

Dia menambahkan,Indonesia sekarang ini memang membutuhkan keberadaan helikopter jenis ini. Helikopter ini bisa digunakan untuk antigerilya atau counter insurgency.“Jadi, memang kita masih memerlukan helikopter tersebut,” ujarnya. Sebenarnya saat ini TNI AD sudah memiliki helikopter jenis serupa, yakni Mi-35P dari Rusia. Namun jumlahnya masih terbatas.

Sumber: SINDO